Rumah Bhe Biauw Tjoan
Khusus mengenai langgam gayanya, barang tentu pada waktu itu rumah-rumah di Pecinan memiliki langam bangunan Tionghoa yang kuno, dengan bentuk wuwungan yang unik. Sementara pintu-pintunya dibuat spesial dari kayu jati yang tebal dan tua: nampak benar sangat kokoh dan kuat, sementara di sana sini ada pula yang memiliki pintu-pintu yang jauh lebih kuat lagi, karena memiliki kerangka yang spesial dibuat dari batu.
Kerangka pintu semacam itu tidak dibuat di Semarang, tapi didatangkan khusus dari negeri leluhur. Tingginya kira-kira dua setengah me¬ter, sedangkan tebalnya sampai tiga puluh sentimeter. Untuk mendapatkannya tidaklah mudah dan .memerlukan banyak sekali biaya. Sekali-pun demikian para hartawan Tionghoa di kota Semarang pada masa itu tidak peduli soal kemahalan. Mereka tidak segan-segan mengeluarkan banyak uang asal bisa mendapatkannya, karena mereka beranggapan bahwa rumah-rumah yang dibuat dengan kokoh, dengan pintu-pintu yang kuat dan kekar semacam itu tak akan mudah runtuh, bertahan lama sampai anak cicit nya.
Mereka itu berpikir terlampau panjang, sampai anak cucu, buyut. cicit dan setahu apanja lagi akan didukung, dikumpul dalam satu rumah, demikian pernah dikatakan oleh mendiang Liong Djwan Liem dalam sebuah artikelnya mengenai kota Semarang pada tahun 1850-an. "Mereka rupanya tak pertjaja kepada keadilan Tuhan bahwa kemuliaan dan kekajaan tidak dapat dimonopoli turun temurun. Satu peribahasa Tionghoapun adalah: Pajung harus bergilir dipakai, kursipun harus bergilir diduduki. Tidik kurang, malah banjak gedung-gedung besar jang megah, belum sampai satu keturunan sudah jadi milik orang lain ....".
Manusia tetap manusia, tidak dapat digalang dalam satu kandang; manusia tetap manusia, satu orang satu pikiran tidak dapat didikte untuk menurut sadja kehendak orang lain kendatipun orang itu orang tua sendiri ....". "
Bahkan dengan "berkumpul dalam satu gedung" memudahkan timbulnja bibit pertikaian. Misalnja anak dengan anak, isteri dengan isteri, akhirnja petjahlah gabungan keluarga itu. Ini kurang disadari oleh orang Tionghoa zaman dahulu"!
Bahkan dengan "berkumpul dalam satu gedung" memudahkan timbulnja bibit pertikaian. Misalnja anak dengan anak, isteri dengan isteri, akhirnja petjahlah gabungan keluarga itu. Ini kurang disadari oleh orang Tionghoa zaman dahulu"!
No comments:
Post a Comment