Monday, February 2, 2015

Sistem Kosmologi Tionghoa Dalam Konteks Urban Disain



Didalam kosmologi Tionghoa, dunia ini merupakan bujursangkar yang terbagi menjadi empat bagian dengan putra surga yakni sang kaisar di tengahnya. Sang kaisar di abad yang lampau bukan hanya penguasa kerajaan secara mutlak, dia memperantarai manusia (rakyat) dan kehidupan surgawi (para dewa dan dewi). Walaupun ahli bangunan sangat penting di dalam pembangunan kota, sebelum fondasi di letakkan dan batu-batu disusun untuk mendirikan tembok yang tinggi hanya melalui Kaisar sajalah surga dapat memberi ijin.3)

Empat bagian dunia ini diasosiasikan dengan simbol binatang, warna, zat dan musim. Pusat yang mana putra surga berada diasosiasikan dengan tanah. Bagian Selatan di asosiasikan dengan musim panas, api dan burung merak merah. Selatan juga merupakan arah orientasi sang kaisar tatkala duduk di singgasana. Menurut konstelasi geografi Tionghoa, selatan adalah laut Tionghoa selatan yang memberi kehangatan melalui laut inilah mereka berlayar ke asia tenggara dan bagian lain dari dunia. Bagian Timur diasosiasikan dengan musim semi, kayu dan naga serta arah datangnya kehidupan. Memang disebelah Timur daratan Tionghoa adalah lautan pasifik yang luas dengan beberapa pulau seperti Jepang. Bagian Utara diasosiasikan dengan musim dingin, air dan kura-kura hitam. Di sebelah Utara daratan Tionghoa adalah gurun Gobi yang luas dan dingin serta tidak bersahabat dengan manusia. Bagian Barat diasosiasikan dengan musim gugur, metal dan macan putih. Di sebelah barat daratan Tionghoa adalah pegunungan Himalaya yang dingin dan sama dengan daerah di utara, tidak bersahabat dengan manusia. Musim dingin dan musim gugur diasosiasikan dengan kematian karena ini kuburan di Tionghoa diarahkan ke Utara atau ke barat sedang rumah diorientasikan ke Selatan.

Jarak geografi dan kebudayaan dengan Tiongkok membuat perbedaan tata ruang rumah tradisional dan permukiman orang Tionghoa di daerah ini berbeda dengan di Tiongkok. Di Pulau Jawa, Selatan bukan lagi tempat Merak Merah dimana musim panas datang sebab bagian selatan pulau Jawa adalah daerah pegunungan seperti halnya bagian Timur dan Utara Tionghoa. Bagi orang Tionghoa Di Jawa arah Utara bukan lagi diasosiasikan dengan musim dingin dan kura - kura hitam sebab “Utara” di Jawa berarti Lautan seperti halnya arah Selatan di Tiongkok. Bagaimanakah orang Tionghoa di Jawa mengadaptasi terhadap kondisi geografi ini? Sangat tergantung sekali dengan lokasi dimana mereka tinggal dan seringkali mengadaptasi dengan sistem kosmologi penduduk setempat.

Konsep kosmologi tadi diterjemahkan kedalam konsep ruang untuk permukiman yang ideal. Konsep atau dasar pemikiran ini biasa disebut dengan Fengshui yang artinya air dan angin. Dasar dari Fengshui adalah hubungan yang baik antara permukiman manusia dengan lingkungan di sekitarnya dan kosmos dalam arti yang luas. Kosmologi terapan ini memiliki konsep yang menyeluruh tentang alam dimana manusia sebagai salah satu elemennya bergulir mengikuti proses dan keadaan yang ada. Jika seseorang gagal menempatkan dirinya di tengah alam secara harmonis, dia akan gagal pula didalam kehidupannya. Pendek kata, Fengshui mengintegrasikan siklus hidup manusia didalam proses kosmos dimana manusia menjadi bagian yang berfungsi.4)

Permukiman yang paling ideal menurut Fengshui di latarbelakangi oleh pegunungan atau perbukitan dan menghadap ke sungai atau ke laut.5) Pegunungan atau bukit adalah pertahanan terhadap angin yang dapat membawa pergi semua keberuntungan. Sedang Laut dan sungai adalah prasarana transportasi bagi orang Tionghoa yang berdagang di pulau Jawa. Dengan mengorientasikan rumah ke sungai mereka percaya bahwa keberuntungan akan selalu datang. Jika dihubungkan dengan simbol binatang kosmologis, sungai yang di depan rumah adalah burung Merak Merah yang membawa kemakmuran; di belakang rumah adalah kura-kura hitam; di sebelah kanan duduk macan putih yang membawa sial dan di sebelah kiri adalah sang naga biru yang membawa keberuntungan. Jika rumah diletakkan pada posisi yang benar pada rujukan kosmologis ini maka rumah tadi dapat menangkap Qi atau nafas alam yang mengalir dari sungai.

Di dataran rendah  yang jauh dari perbukitan, lokasi yang bagus untuk menangkap Qi adalah di tekukan sungai karena lokasi isi dianggap sebagai pertemuan antara Naga Biru dan Macan Putih.6) Di posisi ini tidaklah perlu mengorientasikan rumah ke sungai karena lokasi yang di kelilingi sungai selalu mampu secara optimal menangkap Qi.

Sebaliknya, posisi yang salah dapat mengundang “Sha” (uap beracun) yang akan mengalir ke dalam rumah. “Sha” mengusir keberuntungan dan membawa kesialan serta menutup nafas alam. “Sha” berada pada semua garis yang lurus seperti garis wuwungan, garis perbukitan dan garis jalan di pertigaan. Selain itu juga berada pada aliran sungai yang tegak lurus dengan sebuah lokasi permukiman.7) Di sebuah daratan yang tidak dikelilingi sungai, untuk menghindari “sha”, orang Tionghoa memodifikasi tatanan lansekap dengan membuat kolam di depan rumahnya dan menanam pohon atau bambu di belakang rumahnya.8)

Untuk mendapatkan Fengshui sebuah tapak yang baik, ada dua cara yang selama ini dianut. Pertama dengan membaca bentuk kontur permukaan tanah (form school) dan kedua dengan memakai kompas (compass school). Kedua cara ini biasanya dilakukan secara bersama, tetapi dalam paper ini, untuk dapat lebih relevan dengan kasus urban disain, penulis membatasi diri pada cara pertama.9)

Menurut aliran “form school” ini dikenal lima bentuk dasar yang berhubungan dengan Kosmologi. Pertama adalah bentuk gunung yang kerucut sebagai simbol unsur api. Kedua adalah gunung yang menjulang tinggi dengan permukaan atasnya berbentuk setengah bulatan sebagai simbol unsur kayu. Ketiga adalah bentuk gunung yang bujur sangkar dengan bagian atas yang mendatar sebagai simbol unsur tanah. Keempat adalah bentuk gunung yang bulat bagian atasnya menunjukkan unsur logam. Kelima adalah bentuk permukaan gunung yang tak menentu, seakan bergerak, sebagai simbol unsur air. 10)

Kelima bentuk tadi merupakan manifestasi unsur alam, sesuai dengan hukum alam, kelimanya saling mempengaruhi.dalam konteks siklus produktif dan siklus destruktif.11) Karena bangunan merupakan senyawa antara manusia dan alam, ke lima unsur kosmologi tadi berhubungan erat dengan bentuk bangunan. Menurut Fengshui,  Gereja dengan wuwungan tegak lurus dengan jalan sehingga bentuk bangunan nampak meruncing memberi bentuk api; akibatnya penghuni rumah di dekatnya akan mendapat ketidak tenteraman. Demikian pula dengan tugu dan menara, akan memberikan dampak yang tidak baik pada rumah di dekatnya. Lain halnya dengan bangunan dengan nok yang sejajar dengan jalan atau bangunan dengan atap dasar, memberikan bentuk tanah yang stabil dan menenangkan.12)

Selain itu, bentuk alam dari tapak dan lingkungannya sangat penting didalam memilih bentuk bangunannya. Daerah yang datar merupakan unsur tanah, sangat bagus jika di atasnya dibangun bangunan dengan unsur kayu karena kayu, atau pohon, tumbuh dari tanah. Di daerah perbukitan yang memberi unsur kayu merupakan tapak yang ideal untuk mendirikan gereja dengan atap runcing sebagai simbol unsur api, karena api dihidupkan oleh kayu. Di daerah perbukitan yang curam, merupakan tempat yang tepat untuk mendirikan rumah dengan atap datar  karena atap datar tadi merupakan unsur tanah yang terreproduksi oleh unsur api dari curamnya perbukitan. Sedang bangunan bank dengan atap lengkung sebagai unsur logam, sangat bagus jika didirikan diatas tapak yang datar sebagai unsur tanah karena akan banyak mendatangkan uang.13)

Dengan keeratan hubungan antara tapak dan bentuk bangunan ini, Arsitek juga harus dapat menangkap Qi dan menterjemahkannya ke dalam proses perancangan arsitektur.

Hubungan yang produktif antara tapak dan rancangan bangunan diatasnya ini sesuai dengan pendapat Lao Tzu yang mengatakan bahwa formasi bentuk terjadi karena ruang yang kosong dan tidak nampak keberadaannya. Dari filosofi inilah seharusnya kita mulai menggoreskan rancangan sebuah karya arsitektur yang didekati dengan Fengshui. Mengapa? Karena arsitektur merupakan keseimbangan dari solid dan void yang silih berganti memberi makna. Solid dan void bukanlah hal yang literal saja tetapi juga abstraksi dari ruang yang menjelma kedalam sebuah karya arsitektur dimana hidup terwadahi dan kegiatan sosial berlangsung. Void dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dikuasai oleh ketiadaan dan solid adalah sesuatu yang dikelilingi oleh ketiadaan.14) Void dan solid adalah dua hal yang utuh dan harus dimengerti secara utuh pula. Ini yang tidak diperhitungkan oleh perancangan arsitektur yang tidak memakai prinsip Fengshui. Sebab ditengah void itulah terjadi degradasi ruang yang tersusun dari solid yang abstrak, prosesi ruang dan program yang tidak dapat dicapai melalui rasio tetapi justru kearah irasional. Dengan membaca keseimbangan antara solid dan void seorang arsitek seharusnya mampu membaca karyanya dari sudut yang abstrak dan berhubungan dengan fengshui sebagai ruang kosmologis.



3) STEINHARD, 1990: 4-6.

4) BENNET dalam Chinese Science, 1978: 5

5) SKINNER, 1982: 22.

6) EITEL, 1984: 18.

7) EITEL, 1984: 41-42

8) SKINNER, 1982: 28.

9) Fengshui dibagi menjadi dua Luan Ti yang intuitif dan Li Chi yang analistis. Yang pertama biasa disebut dengan penganut bentuk (form school) dan yang kedua adalah penganut kompas (compass school) (BENNET dalam Chinese Science, 1978: 3).

10) SKINNER, 1982:  39.

11) Dalam siklus produktif, api menghasilkan tanah, tanah menghasilkan logam, logam menghasilkan air, air menghasilkan kayu, dan kayu menghasilkan api. Dalam siklus destruktif, kayu menghancurkan tanah, tanah menghancurkan air, air menghancurkan api, api menghancurkan logam, logam menghancurkan kayu (TOO, 1987:9)

12) WALTERS, 1991: 51-60.

13) WALTERS, 1991: 50-51.

14) CHANG, 1956: 27

No comments:

Post a Comment