Monday, February 2, 2015

Elaborasi Antara Bundaran Tugu Muda dan Kraton Jogjakarta.



Kira-kira 500 km disebelah barat Simpang Lima, adalah Bundaran Tugu Muda yang dikelilingi oleh Rumah dinas gubernur, Bank BDNI, dan gedung Lawang Sewu yang akan diubah menjadi hotel. Dari Fengshui, didapatkan bahwa posisi rumah gubernur di pinggir sebuah bundaran yang di tengahnya terdapat tugu dan lalulintas yang padat akan menimbulkan banyak ketidak tenangan dalam hidup penghuni rumah itu. Keputusan-keputusan yang diambil gubernur banyak dikritik dan banyak menimbulkan nada sinis. Mengapa? Sebab, seperti telah diterangkan dimuka, tugu yang tinggi merupakan simbol api yang panas dan seiring dengan itu arus lalu lintas yang padat di depan rumah dan di sekeliling bundaran merupakan pusaran air yang membawa nafas alam pergi.

Sangat kontras dengan istana raja-raja Jawa yang menghindari tugu didepannya. Sri Sultan Hamengku Buwono I yang mendirikan kota Jogjakarta, misalnya, meletakkan tugu sejauh 2 km dari Kraton dan alun-alun. Kehendak  Belanda dengan menempatkan bangunan-bangunan di depan alun-alun guna mengurangi kewibawaan Sri Sultan justru memberikan elemen tanah yang secara tidak sengaja mengurangi atau menghalangi pengaruh tugu masuk kedalam keraton. Justru dijaman modern dengan dibangunnya kantorpos, gedung-gedung bank di utara alun-alun, kewibawaan Keluarga keraton semakin bertambah dan jauh dari angkara murka. Sri Sultan Hamengku Buwana IX misalnya, adalah figur yang demikian dicintai rakyatnya.

Adanya bangunan-bangunan Belanda (sebagai unsur tanah) yang lebih tinggi dari tugu, menghalangi unsur api yang dapat mengusik ketentraman penghuni kraton dan keturunannya. Sedang tugu yang menjulang tinggi di bundaran Tugu Muda memberi dampak negatif bagi penghuni di sekeliling Bundaran. Walaupun disana ada gedung tinggi (Bank BDNI) sebagai unsur tanah, tetapi karena letaknya berdampingan dengan rumah dinas gubernur tadi, tidak dapat menangkal panasnya api.

No comments:

Post a Comment