Kira-kira 500 km disebelah barat
Simpang Lima, adalah Bundaran Tugu Muda yang dikelilingi oleh Rumah dinas
gubernur, Bank BDNI, dan gedung Lawang Sewu yang akan diubah menjadi hotel.
Dari Fengshui, didapatkan bahwa
posisi rumah gubernur di pinggir sebuah bundaran yang di tengahnya terdapat
tugu dan lalulintas yang padat akan menimbulkan banyak ketidak tenangan dalam
hidup penghuni rumah itu. Keputusan-keputusan yang diambil gubernur banyak
dikritik dan banyak menimbulkan nada sinis. Mengapa? Sebab, seperti telah
diterangkan dimuka, tugu yang tinggi merupakan simbol api yang panas dan
seiring dengan itu arus lalu lintas yang padat di depan rumah dan di sekeliling
bundaran merupakan pusaran air yang membawa nafas alam pergi.
Sangat kontras dengan istana
raja-raja Jawa yang menghindari tugu didepannya. Sri Sultan Hamengku Buwono I
yang mendirikan kota Jogjakarta, misalnya, meletakkan tugu sejauh 2 km dari
Kraton dan alun-alun. Kehendak Belanda
dengan menempatkan bangunan-bangunan di depan alun-alun guna mengurangi
kewibawaan Sri Sultan justru memberikan elemen tanah yang secara tidak sengaja
mengurangi atau menghalangi pengaruh tugu masuk kedalam keraton. Justru dijaman
modern dengan dibangunnya kantorpos, gedung-gedung bank di utara alun-alun,
kewibawaan Keluarga keraton semakin bertambah dan jauh dari angkara murka. Sri
Sultan Hamengku Buwana IX misalnya, adalah figur yang demikian dicintai
rakyatnya.
Adanya bangunan-bangunan Belanda
(sebagai unsur tanah) yang lebih tinggi dari tugu, menghalangi unsur api yang
dapat mengusik ketentraman penghuni kraton dan keturunannya. Sedang tugu yang
menjulang tinggi di bundaran Tugu Muda memberi dampak negatif bagi penghuni di
sekeliling Bundaran. Walaupun disana ada gedung tinggi (Bank BDNI) sebagai
unsur tanah, tetapi karena letaknya berdampingan dengan rumah dinas gubernur
tadi, tidak dapat menangkal panasnya api.
No comments:
Post a Comment